JAM
Home » Archive for 2015
Materi Akidah Akhlaq Kelas XI Semester I
Materi : Perilaku terpuji.
- A. AKHLAK BERPAKAIAN
- Pengertian akhlak berpakaian
pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam berbagai ukuran dan modenya baik berupa baju,celana dsb, yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakai demi tujuan yang bersifat umum atau khusus, dan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. - Bentuk akhlak berpakaian
pakaian menurut pandangan islam dikategorikan menjadi dua, yaitu pakaian untuk menutup aurat tubuh yang berkembang dan melahirkan kebudayaan bersahaja. Yang kedua pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan identitas diri. Dalil al-qur’an tentang berpakain ada pada surah al-a’raf ayat 7. - Nilai positif akhlak berpakaian
agama islam mengajarkan supaya para pemeluknya berpakaian yang baik dan bagus sesuai dengan kemampuannya. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut memenuhi tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat dan keindahan, tentunya juga bersih. Dan fungsi daripada pakaian sangat banyak dan bermanfaat seperti: melindungi kulit dari sinar ultraviolet, debu, dan panas. - Membiasakan akhlak berpakaian
Dalam islam telah diatur tentang cara berpakaian yang baik dan etika berbusana dalam islam. Tidak dibenarkan seorang muslim atau seorang muslimah berbusana hanya berdasarkan kesenangan dan mode, atau adat yang berlaku tetapi melanggar batas-batas yang telah ditentukan agama.
- Pengertian akhlak berpakaian
- AKHLAK BERHIAS
berhias merupakan salah satu naluri manusia dalam membuat diri tampil lebih menarik, - Pengertian berhias
Secara istilah berhias memiliki arti mempercantik diri berdasarkan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, maka perspektif tentang berhias adalah boleh dan dianjurkan selama tidak bertentangan dengan prisnsip dalam islam. - Bentuk akhlak berhias
Bentuk berhias dalam Islam tidak hanya dalam bentuk sebatas berpakaian, tetapi mencakup seluruh piranti yang lazim digunakan untuk mempercantik diri. Larangan berhias secara berlebihan terdapat pada surah al-ahzab ayat 33. Larangan Allah dalam ayat tersebut lebih menekankan pada kepada wanita. - Nilai positif akhlak berhias
Seorang muslim ataupun muslimah yang berdandan sesuai dengan ketentuan islam, maka mereka insyaallah mereka akan tampil dengan bersahaja,dan berwibawa sebagai cermin diri yang konsisten dalam berhias secara syariat. - Membiasakan akhlak berhias
Berhias seperti yang kita tahu sangat dianjurkan dalam islam secara baik , bagus, dan indah tentunya juga sesuai dengan kemampuan masing-masing.
- AHLAK PERJALANAN
Pada masyarakat perjalanan merupakan bagian mobilisasi kehidupan yang berarti, semakin kehidupan seseorang maka semakin sering seseorang melakukan perjalanan untuk memenuhi kehidupan. Contohnya berdagang, seperti yang dilakukan Rasulullah. - 1. Pengertian akhlak perjalanan
Perjalanan dalam bahasa arab disebut rihlah-safrah-masÌrah. Sejak masa Rasulullah SAW perjalanan sudah menjadi tradisi di kalangan bangsa arab, tidak heran jika islam sebagai satu-satunya agama yang mengatur kegiatan manusia dalam melakukan perjalanan, mulai dari keberangkatan sampai kembali kerumah. - 2. Bentuk akhlak perjalanan
Islam mengajarkan agar setiap perjalanan yang dilakukan untuk mencari ridha Allah SWT. Sebagai pedoman, islam mengajarkan adab melakukan perjalanan antara lain:
- Bermusyawarah dan melakukan istikharah
- Mengembalikan hak dan amanat kepada pemiliknya
- Membawa enam benda yang dianjurkan Rasulullah S.A.W.
- Mengajak istri ataupun anggota keluarga yang lain
- Wanita tidak boleh pergi seorang diri
- Memilih pendamping yang shaleh.
dan sebagainya.
- Nilai positif akhlak perjalanan
Banyak sekali manfaat dari perjalanan antara lain:- Perjalanan dapat menghibur diri dari kesedihan
- Sarana mencari nafkah
- Insyaallah dapat mengantar seseorang untuk memperoleh ilmu
- Dapat mengenal adat kesopanan di tempat lain
- Insyaallah akan dapat menambah kawan yang baik dan mulia
- Membiasakan akhlak perjalanan
Dengan membiasakan akhlak perjalanan maka seseorang insyaallah akan mendapat manfaat yang besar seperti, menambah wawasan, pengalaman dsb. Tetapi hendaklah dalam melakukan perjalanan kita selalu berserah diri kepada ALLAH SWT.
- AKHLAK BERTAMU
Dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak bisa terlepas dari kegiatan saling mengunjungi yang disebut juga bertamu berikut tentang akhlak bertamu. - Pengertian akhak bertamu
Bertamu merupakan tradisi yang sampai saat ini tetap terjaga di masyarakat, bahkan kebiasaan ini takkan bisa dihlangkan. Bertamu memiliki manfaat seperti menjaga tali persaudaraan dsb. - Bentuk akhlak bertamu
Sebelum kita bertamu kita harus tahu akhlak orang yang mau bertamu yang kurang lebih antara lain:- Hendaklah meminta izin untuk bertamu dan mengucapkan salam
- Jangan bertamu sembarang waktu, bertamulah disaat yang tepat dan usahakan sudah memberitahu sebelumnya
- Janganlah terlalu lama bertamu
- Jangan melakukan yang menyebabkan tuan rumah terganggu
- Kalau disuguhi minuman atau makanan maka hormatilah jamuan itu
- Hendaklah berpamitan waktu pulang
- Nilai positif akhlak bertamu
Bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran terhadap orang lain dan menjauhkan sikap paksaan,tekanan, dan intimidasi. Bertamu dapat digunakan sebagai media berdakwah,dan meningkatkan kualitas diri seorang muslim. - Membiasakan akhlak bertamu
Sesunggunhya kegiatan bertamu itu kegiatan yang cukup mengasyikkan. Dengan bertamu maka insyaallah kita akan dapat menambah wawasan,dan insyaallah dapat untuk menciptakan persaudaraan dan kerukunan umat manusia, tetapi haruslah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam islam.
- AKHLAK MENERIMA TAMU
Islam memberikan aturan dalam menerima tamu bagi setiap muslim, karena memuliakan tamu merupakan perintah dari Allah SWT. Berikut ini merupakan pengertian, cara , dan nilai positif, serta cara membiasakan menerima tamu. - Pengertian akhlak menerima tamu
Menerima tamu dimaknai menyambut tamu dengan baik dan disambut dengan cara yang wajar. - Bentuk akhlak menerima tamu
Dalam Islam kita disuruh untuk memuliakan tamu dan merupakan keharusan, cara menerima tamu antara lain seperti, menyambut dengan ramah, menjamunya, dan bila tamu ingin menginap maka izinkanlah paling tidak 3 hari. - Nilai positif menerima tamu
Nilai positif dalam menerima tamu diantaranya, insyaallah dapat meningkatkan kesabaran, mengembangkan kepribadian, insyaallah dengan memuliakan tamu dapat dijadikan sarana mendapatkan kemaslahatan dari ALLAH SWT. - Membiasakan akhlak menrima tamu
Menerima tamu merupakan bagian dari aspek social dalam ajaran islam yang harus terus dijaga. Dalam membiasakan menerima tamu maka kita hendaknya bersikap husnuzan, senyum ikhlas, dan bersikap baik.
Related Posts:
materi akidah akhlaq
Gambaran untuk materi ini, peta Konsepnya sebagai berikut:
A. Pengertian, asal usul dan istilah-istilah dalam tasawuf
1. Pengertian Tasawuf
2. Asal Usul / Sejarah Tasawuf
3. Istilah-Istilah dalam Tasawuf
B. Fungsi dan peranan tasawuf dalam kehidupan modern
1. Karakteristik tasawuf
2. Pentingnya tasawuf
3. Hubungan tasawuf dengan akhlak
C. contoh-contoh perilaku bertasawuf
1. tokoh-tokoh dalam tasawuf
2. maqamat-maqomat dalam tasawuf
D. Menerapkan tasawuf dalam kehidupan modern
1. hikmah bertasawuf
2. Contoh orang-orang yang bertasawuf
3. Peran tasawuf dalam kehidupan modern
adapun Materinya adalah sebagai berikut:
A. Pengertian, asal usul dan istilah-istilah dalam tasawuf
1. Pengertian Tasawuf
Dalam penjelasannya, Dr. Harun Nasution menerangkan bahwa: Tidak mengherankan kalau kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci. Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan kata:
1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama salat dan puasa.
2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat di mesjid. Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayat-ayat al-Qur'an dan berdzikir sebelum waktu salat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.
3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat kaum sufi.
4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti hikmat, dan kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata sophos telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin dan bukan dengan shad seperti yang terdapat dalam kata tasawuf.
5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari dunia.
Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai asal kata sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang yang pertama memakai kata sufi kelihatannya Abu Hasyim al-Kufi di Irak (w.150 H).
2. Asal Usul / Sejarah Tasawuf
Hakikat dan Sejarah Tasawuf
Hakikat Tasawuf Seringkali tasawuf dituduh sebagai ajaran sesat. Tasawuf dipersepsikan sebagai ajaran yang lahir dari rahim non Islam. Ia adalah ritual keagamaan yang diambil dari tradisi Kristen, Hindu dan Brahmana. Bahkan gerakan sufi, diidentikan dengan kemalasan bekerja dan berfikir. Betulkah?
Untuk menilai apakah satu ajaran tidak Islami dan dianggap sebagai terkena infiltrasi budaya asing tidak cukup hanya karena ada kesamaan istilah atau ditemukannya beberapa kemiripan dalam laku ritual dengan tradisi agama lain atau karena ajaran itu muncul belakangan, paska Nabi dan para shahabat. Perlu analisis yang lebih sabar, mendalam, dan objektif. Tidak bisa hanya dinilai dari kulitnya saja, tapi harus masuk ke substansi materi dan motif awalnya.
Tasawuf pada mulanya dimaksudkan sebagai tarbiyah akhlak-ruhani: mengamalkan akhlak mulia, dan meninggalkan setiap perilaku tercela. Atau sederhananya, ilmu untuk membersihkan jiwa dan menghaluskan budi pekerti. Demikian Imam Junaid, Syeikh Zakaria al-Anshari mendefiniskan.
Asal kata sufi sendiri ulama berbeda pendapat. Tapi perdebatan asal-usul kata itu tak terlalu penting. Adapun penolakan sebagian orang atas tasawuf karena menganggap kata sufi tidak ada dalam al-Qur\'an, dan tidak dikenal pada zaman Nabi, Shahabat dan tabi\'in tidak otomatis menjadikan tasawuf sebagai ajaran terlarang! Artinya, kalau mau jujur sebetulnya banyak sekali istilah-istilah (seperti nahwu, fikih, dan ushul fikih) yang lahir setelah periode Shahabat, tapi ulama kita tidak alergi, bahkan menggunakannya dengan penuh kesadaran.
Sejarah Tasawuf
Kenapa gerakan tasawuf baru muncul paska era Shahabat dan Tabi\'in? Kenapa tidak muncul pada masa Nabi? Jawabnya, saat itu kondisinya tidak membutuhkan tasawuf. Perilaku umat masih sangat stabil. Sisi akal, jasmani dan ruhani yang menjadi garapan Islam masih dijalankan secara seimbang. Cara pandang hidupnya jauh dari budaya pragmatisme, materialisme dan hedonisme.
Tasawuf sebagai nomenklatur sebuah perlawanan terhadap budaya materialisme belum ada, bahkan tidak dibutuhkan. Karena Nabi, para Shahabat dan para Tabi\'in pada hakikatnya sudah sufi: sebuah perilaku yang tidak pernah mengagungkan kehidupan dunia, tapi juga tidak meremehkannya. Selalu ingat pada Allah Swt sebagai sang Khaliq
Ketika kekuasaan Islam makin meluas. Ketika kehidupan ekonomi dan sosial makin mapan, mulailah orang-orang lalai pada sisi ruhani. Budaya hedonisme pun menjadi fenomena umum. Saat itulah timbul gerakan tasawuf (sekitar abad 2 Hijriah). Gerakan yang bertujuan untuk mengingatkan tentang hakikat hidup. Konon, menurut pengarang Kasf adh-Dhunun, orang yang pertama kali dijuluki as-shufi adalah Abu Hasyim as-Shufi (w. 150 H)
----
Karena tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.
Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri untuk beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia. Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari dunia ramai, walaupun untuk sementara, berhati baik, pemurah dan suka menolong.
Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalam filsafatnya, roh manusia adalah suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia materi dan masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Roh yang pada mulanya suci itu menjadi tidak suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk itu ia harus menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada fllsafat serta ilmu pengetahuan dan melakukan beberapa pantangan. Filsafat sufi juga demikian. Roh yang masuk ke dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam rohani yang suci, tapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsu yang terdapat dalam tubuh manusia. Maka untuk dapat bertemu dengan Tuhan Yang Maha Suci, roh yang telah kotor itu dibersihkan dulu melalui ibadat yang banyak.
Masih dari filsafat Yunani, pengaruh itu dikaitkan dengan filsafat emanasi Plotinus. Roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh yang masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha membersihkan diri melalui reinkarnasi. Kalau sudah bersih, ia dapat mendekatkan diri dengan Tuhan sampai ke tingkat bersatu dengan Dia di bumi ini.
Paham penyucian diri melalui reinkarnasi tak terdapat dalam ajaran tasawuf. Paham itu memang bertentangan dengan ajaran al-Qur’an bahwa roh, sesudah tubuh mati tidak akan kembali ke hidup serupa di bumi. Sesudah bercerai dengan tubuh, roh pergi ke alam barzah menunggu datangnya hari perhitungan. Tapi, konsep Plotinus tentang bersatunya roh dengan Tuhan di dunia ini, memang terdapat dalam tasawuf Islam.
Dari agama Buddha, pengaruhnya dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat dicapai dengan meninggalkan dunia, memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaran menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam. Sedangkan pengaruh dari agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya Atman dengan Brahman melalui kontemplasi dan menjauhi dunia materi. Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh manusia dengan roh Tuhan.
Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Buddha, filsafat Yunani dan agama Kristen datang lama sebelum Islam. Bahwa yang kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang terdahulu adalah suatu kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini memerlukan bukti-bukti historis. Dalam kaitan ini timbul pertanyaan: sekiranya ajaran-ajaran tersebut diatas tidak ada, tidakkah mungkin tasawuf timbul dari dalam diri Islam sendiri?
Hakekat tasawuf kita adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur’an dan Hadits. Ayat 186 dari surat al-Baqarah mengatakan, “Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil.”
Kaum sufi mengartikan do’a disini bukan berdo’a, tetapi berseru, agar Tuhan mengabulkan seruannya untuk melihat Tuhan dan berada dekat kepada-Nya. Dengan kata lain, ia berseru agar Tuhan membuka hijab dan menampakkan diri-Nya kepada yang berseru. Tentang dekatnya Tuhan, digambarkan oleh ayat berikut, “Timur dan Barat kepunyaan Tuhan, maka kemana saja kamu berpaling di situ ada wajah Tuhan” (QS. al-Baqarah 115). Ayat ini mengandung arti bahwa dimana saja Tuhan dapat dijumpai. Tuhan dekat dan sufi tak perlu pergi jauh, untuk menjumpainya.
Ayat berikut menggambarkan lebih lanjut betapa dekatnya Tuhan dengan manusia, “Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada di lehernya (QS. Qaf 16). Ayat ini menggambarkan Tuhan berada bukan diluar diri manusia, tetapi di dalam diri manusia sendiri. Karena itu hadis mengatakan, “Siapa yang mengetahui dirinya mengetahui Tuhannya.”
Untuk mencari Tuhan, sufi tak perlu pergi jauh; cukup ia masuk kedalam dirinya dan Tuhan yang dicarinya akan ia jumpai dalam dirinya sendiri. Dalam konteks inilah ayat berikut dipahami kaum sufi, “Bukanlah kamu yang membunuh mereka, tapi Allah-lah yang membunuh dan bukanlah engkau yang melontarkan ketika engkau lontarkan (pasir) tapi Allah-lah yang melontarkannya (QS. al-Anfal 17).
Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan. Bahwa Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada makhluk lain sebagaimana dijelaskan hadis berikut, “Pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku-pun dikenal.”
Disini terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan bukan manusia saja yang bersatu dengan Tuhan. Kalau ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, persatuan manusia dengan Tuhan, hadits terakhir ini mengandung konsep wahdat al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.
Demikianlah ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi menggambarkan betapa dekatnya Tuhan kepada manusia dan juga kepada makhluk-Nya yang lain. Gambaran serupa ini tidak memerlukan pengaruh dari luar agar seorang muslim dapat merasakan kedekatan Tuhan itu. Dengan khusuk dan banyak beribadat ia akan merasakan kedekatan Tuhan, lalu melihat Tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya mengalami persatuan rohnya dengan roh Tuhan; dan inilah hakikat tasawuf.
3. Istilah-Istilah dalam Tasawuf
sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang istilah-istilah dalam Tasawuf, ada baiknya mengikuti uraian berikut ini.
Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat melihat Tuhan dengan mata hati dan akhirnya bersatu dengan Tuhan demikian panjang dan penuh duri. Bertahun-tahun orang harus menempuh jalan yang sulit itu. Karena itu hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai puncak tujuan tasawuf. Jalan itu disebut tariqah (bahasa Arab), dan dari sinilah berasal kata tarekat dalam bahasa Indonesia. Jalan itu, yang intinya adalah penyucian diri, dibagi kaum sufi ke dalam stasion-stasion yang dalam bahasa Arab disebut maqamat -tempat seorang calon sufi menunggu sambil berusaha keras untuk membersihkan diri agar dapat melanjutkan perjalanan ke stasion berikutnya. Sebagaimana telah di sebut diatas penyucian diri diusahakan melalui ibadat, terutama puasa, shalat, membaca al-Qur’an dan dzikir. Maka, seorang calon sufi banyak melaksanakan ibadat. Tujuan semua ibadat dalam Islam ialah mendekatkan diri itu, terjadilah penyucian diri calon sufi secara berangsur.
Jelas kiranya bahwa usaha penyucian diri, langkah pertama yang harus dilakukan seseorang adalah tobat dari dosa-dosanya. Karena itu, stasion pertama dalam tasawuf adalah tobat. Pada mulanya seorang calon sufi harus tobat dari dosa-dosa besar yang dilakukannya Kalau ia telah berhasil dalam hal ini, ia akan tobat dari dosa-dosa kecil, kemudian dari perbuatan makruh dan selanjutnya dari perbuatan syubhat. Tobat yang dimaksud adalah taubah nasuha, yaitu tobat yang membuat orangnya menyesal atas dosa-dosanya yang lampau dan betul-betul tidak berbuat dosa lagi walau sekecil apapun. Jelaslah bahwa usaha ini memakan waktu panjang. Untuk memantapkan tobatnya ia pindah ke stasion kedua, yaitu zuhud. Di stasion ini ia menjauhkan diri dari dunia materi dan dunia ramai. Ia mengasingkan diri ke tempat terpencil untuk beribadat, puasa, shalat, membaca al-Qur’an dan dzikir. Puasanya yang banyak membuat hawa nafsunya lemah, dan membuat ia tahan lapar dan dahaga. Ia makan dan minum hanya untuk mempertahankan kelanjutan hidup. Ia sedikit tidur dan banyak beribadat. Pakaiannyapun sederhana. Ia menjadi orang zahid dari dunia, orang yang tidak bisa lagi digoda oleh kesenangan dunia dan kelezatan materi. Yang dicarinya ialah kebahagiaan rohani, dan itu diperolehnya dalam berpuasa, melakukan shalat, membaca al-Qur’an dan berdzikir.
Kalau kesenangan dunia dan kelezatan materi tak bisa menggodanya lagi, ia keluar dari pengasingannya masuk kembali ke dunianya semula. Ia terus banyak berpuasa, melakukan shalat, membaca al-Qur’an dan berdzikir. Ia juga akan selalu naik haji. Sampailah ia ke stasion wara’. Di stasion ini ia dijauhkan Tuhan dari perbuatan-perbuatan syubhat. Dalam literatur tasawuf disebut bahwa al-Muhasibi menolak makanan, karena di dalamnya terdapat syubhat. Bisyr al-Hafi tidak bisa mengulurkan tangan ke arah makanan yang berisi syubhat.
Dari stasion wara’, ia pindah ke stasion faqr. Di stasion ini ia menjalani hidup kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya. Bahkan ia tidak meminta sungguhpun ia tidak punya. Ia tidak meminta tapi tidak menolak pemberian Tuhan.
Setelah menjalani hidup kefakiran ia sampai ke stasion sabar. Ia sabar bukan hanya dalam menjalankan perintah-perintah Tuhan yang berat dan menjauhi larangan-larangan Tuhan yang penuh godaan, tetapi juga sabar dalam menerima percobaan-percobaan berat yang ditimpakan Tuhan kepadanya. Ia bukan hanya tidak meminta pertolongan dari Tuhan, bahkan ia tidak menunggu-nunggu datangnya pertolongan. Ia sabar menderita.
Selanjutnya ia pindah ke stasion tawakkal. Ia menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan. Ia tidak memikirkan hari esok; baginya cukup apa yang ada untuk hari ini. Bahkan, sungguhpun tak ada padanya, ia selamanya merasa tenteram. Kendatipun ada padanya, ia tidak mau makan, karena ada orang yang lebih berhajat pada makanan dari padanya. Ia bersikap seperti telah mati.
Dari stasion tawakkal, ia meningkat ke stasion ridla. Dari stasion ini ia tidak menentang percobaan dari Tuhan bahkan ia menerima dengan senang hati. Ia tidak minta masuk surga dan dijauhkan dari neraka. Di dalam hatinya tidak ada perasaan benci, yang ada hanyalah perasaan senang. Ketika malapetaka turun, hatinya merasa senang dan di dalamnya bergelora rasa cinta kepada Tuhan. Di sini ia telah dekat sekali dengan Tuhan dan iapun sampai ke ambang pintu melihat Tuhan dengan hati nurani untuk selanjutnya bersatu dengan Tuhan.
Karena stasion-stasion tersebut di atas baru merupakan tempat penyucian diri bagi orang yang memasuki jalan tasawuf, ia sebenarnya belumlah menjadi sufi, tapi baru menjadi zahid atau calon sufi. Ia menjadi sufi setelah sampai ke stasion berikutnya dan memperoleh pengalaman-pengalaman tasawuf.
Adapun istilah-isilah yang berkaitan dengan tasawuf
1. maqam / maqamat
2. fana' dan baqa
3. ittihad
4. hulul
5. wihdatul wujud
6. zuhud
7. Mahabbah
B. Fungsi dan peranan tasawuf dalam kehidupan modern
1. Karakteristik tasawuf
Berdassarkan objek dan sasarannya tasawuf dikasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Tasawuf Akhlaqi, yaitu Tasawuf yang sangat menekankan pada nilai-nilai etis (moral)
2. Tasawuf Amali, yaitu Tasawuf yang lebih mengutamakan kebiasaan beribadah, tujuannya agar diperoleh pengahayatan spiritual dalam setiap melakukan ibadah.
3. Tasawuf Falsafi, yaitu Tasawuf yang lebih menekankan pada masalah-masalah metafisik (sesuatu yang diluar nalar dan rasio manusia).
2. Pentingnya tasawuf
3. Hubungan tasawuf dengan akhlak
A. Pengertian, asal usul dan istilah-istilah dalam tasawuf
1. Pengertian Tasawuf
2. Asal Usul / Sejarah Tasawuf
3. Istilah-Istilah dalam Tasawuf
B. Fungsi dan peranan tasawuf dalam kehidupan modern
1. Karakteristik tasawuf
2. Pentingnya tasawuf
3. Hubungan tasawuf dengan akhlak
C. contoh-contoh perilaku bertasawuf
1. tokoh-tokoh dalam tasawuf
2. maqamat-maqomat dalam tasawuf
D. Menerapkan tasawuf dalam kehidupan modern
1. hikmah bertasawuf
2. Contoh orang-orang yang bertasawuf
3. Peran tasawuf dalam kehidupan modern
adapun Materinya adalah sebagai berikut:
A. Pengertian, asal usul dan istilah-istilah dalam tasawuf
1. Pengertian Tasawuf
Dalam penjelasannya, Dr. Harun Nasution menerangkan bahwa: Tidak mengherankan kalau kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci. Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan kata:
1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama salat dan puasa.
2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat di mesjid. Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayat-ayat al-Qur'an dan berdzikir sebelum waktu salat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.
3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat kaum sufi.
4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti hikmat, dan kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata sophos telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin dan bukan dengan shad seperti yang terdapat dalam kata tasawuf.
5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari dunia.
Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai asal kata sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang yang pertama memakai kata sufi kelihatannya Abu Hasyim al-Kufi di Irak (w.150 H).
2. Asal Usul / Sejarah Tasawuf
Hakikat dan Sejarah Tasawuf
Hakikat Tasawuf Seringkali tasawuf dituduh sebagai ajaran sesat. Tasawuf dipersepsikan sebagai ajaran yang lahir dari rahim non Islam. Ia adalah ritual keagamaan yang diambil dari tradisi Kristen, Hindu dan Brahmana. Bahkan gerakan sufi, diidentikan dengan kemalasan bekerja dan berfikir. Betulkah?
Untuk menilai apakah satu ajaran tidak Islami dan dianggap sebagai terkena infiltrasi budaya asing tidak cukup hanya karena ada kesamaan istilah atau ditemukannya beberapa kemiripan dalam laku ritual dengan tradisi agama lain atau karena ajaran itu muncul belakangan, paska Nabi dan para shahabat. Perlu analisis yang lebih sabar, mendalam, dan objektif. Tidak bisa hanya dinilai dari kulitnya saja, tapi harus masuk ke substansi materi dan motif awalnya.
Tasawuf pada mulanya dimaksudkan sebagai tarbiyah akhlak-ruhani: mengamalkan akhlak mulia, dan meninggalkan setiap perilaku tercela. Atau sederhananya, ilmu untuk membersihkan jiwa dan menghaluskan budi pekerti. Demikian Imam Junaid, Syeikh Zakaria al-Anshari mendefiniskan.
Asal kata sufi sendiri ulama berbeda pendapat. Tapi perdebatan asal-usul kata itu tak terlalu penting. Adapun penolakan sebagian orang atas tasawuf karena menganggap kata sufi tidak ada dalam al-Qur\'an, dan tidak dikenal pada zaman Nabi, Shahabat dan tabi\'in tidak otomatis menjadikan tasawuf sebagai ajaran terlarang! Artinya, kalau mau jujur sebetulnya banyak sekali istilah-istilah (seperti nahwu, fikih, dan ushul fikih) yang lahir setelah periode Shahabat, tapi ulama kita tidak alergi, bahkan menggunakannya dengan penuh kesadaran.
Sejarah Tasawuf
Kenapa gerakan tasawuf baru muncul paska era Shahabat dan Tabi\'in? Kenapa tidak muncul pada masa Nabi? Jawabnya, saat itu kondisinya tidak membutuhkan tasawuf. Perilaku umat masih sangat stabil. Sisi akal, jasmani dan ruhani yang menjadi garapan Islam masih dijalankan secara seimbang. Cara pandang hidupnya jauh dari budaya pragmatisme, materialisme dan hedonisme.
Tasawuf sebagai nomenklatur sebuah perlawanan terhadap budaya materialisme belum ada, bahkan tidak dibutuhkan. Karena Nabi, para Shahabat dan para Tabi\'in pada hakikatnya sudah sufi: sebuah perilaku yang tidak pernah mengagungkan kehidupan dunia, tapi juga tidak meremehkannya. Selalu ingat pada Allah Swt sebagai sang Khaliq
Ketika kekuasaan Islam makin meluas. Ketika kehidupan ekonomi dan sosial makin mapan, mulailah orang-orang lalai pada sisi ruhani. Budaya hedonisme pun menjadi fenomena umum. Saat itulah timbul gerakan tasawuf (sekitar abad 2 Hijriah). Gerakan yang bertujuan untuk mengingatkan tentang hakikat hidup. Konon, menurut pengarang Kasf adh-Dhunun, orang yang pertama kali dijuluki as-shufi adalah Abu Hasyim as-Shufi (w. 150 H)
----
Karena tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.
Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri untuk beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia. Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari dunia ramai, walaupun untuk sementara, berhati baik, pemurah dan suka menolong.
Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalam filsafatnya, roh manusia adalah suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia materi dan masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Roh yang pada mulanya suci itu menjadi tidak suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk itu ia harus menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada fllsafat serta ilmu pengetahuan dan melakukan beberapa pantangan. Filsafat sufi juga demikian. Roh yang masuk ke dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam rohani yang suci, tapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsu yang terdapat dalam tubuh manusia. Maka untuk dapat bertemu dengan Tuhan Yang Maha Suci, roh yang telah kotor itu dibersihkan dulu melalui ibadat yang banyak.
Masih dari filsafat Yunani, pengaruh itu dikaitkan dengan filsafat emanasi Plotinus. Roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh yang masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha membersihkan diri melalui reinkarnasi. Kalau sudah bersih, ia dapat mendekatkan diri dengan Tuhan sampai ke tingkat bersatu dengan Dia di bumi ini.
Paham penyucian diri melalui reinkarnasi tak terdapat dalam ajaran tasawuf. Paham itu memang bertentangan dengan ajaran al-Qur’an bahwa roh, sesudah tubuh mati tidak akan kembali ke hidup serupa di bumi. Sesudah bercerai dengan tubuh, roh pergi ke alam barzah menunggu datangnya hari perhitungan. Tapi, konsep Plotinus tentang bersatunya roh dengan Tuhan di dunia ini, memang terdapat dalam tasawuf Islam.
Dari agama Buddha, pengaruhnya dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat dicapai dengan meninggalkan dunia, memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaran menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam. Sedangkan pengaruh dari agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya Atman dengan Brahman melalui kontemplasi dan menjauhi dunia materi. Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh manusia dengan roh Tuhan.
Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Buddha, filsafat Yunani dan agama Kristen datang lama sebelum Islam. Bahwa yang kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang terdahulu adalah suatu kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini memerlukan bukti-bukti historis. Dalam kaitan ini timbul pertanyaan: sekiranya ajaran-ajaran tersebut diatas tidak ada, tidakkah mungkin tasawuf timbul dari dalam diri Islam sendiri?
Hakekat tasawuf kita adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur’an dan Hadits. Ayat 186 dari surat al-Baqarah mengatakan, “Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil.”
Kaum sufi mengartikan do’a disini bukan berdo’a, tetapi berseru, agar Tuhan mengabulkan seruannya untuk melihat Tuhan dan berada dekat kepada-Nya. Dengan kata lain, ia berseru agar Tuhan membuka hijab dan menampakkan diri-Nya kepada yang berseru. Tentang dekatnya Tuhan, digambarkan oleh ayat berikut, “Timur dan Barat kepunyaan Tuhan, maka kemana saja kamu berpaling di situ ada wajah Tuhan” (QS. al-Baqarah 115). Ayat ini mengandung arti bahwa dimana saja Tuhan dapat dijumpai. Tuhan dekat dan sufi tak perlu pergi jauh, untuk menjumpainya.
Ayat berikut menggambarkan lebih lanjut betapa dekatnya Tuhan dengan manusia, “Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada di lehernya (QS. Qaf 16). Ayat ini menggambarkan Tuhan berada bukan diluar diri manusia, tetapi di dalam diri manusia sendiri. Karena itu hadis mengatakan, “Siapa yang mengetahui dirinya mengetahui Tuhannya.”
Untuk mencari Tuhan, sufi tak perlu pergi jauh; cukup ia masuk kedalam dirinya dan Tuhan yang dicarinya akan ia jumpai dalam dirinya sendiri. Dalam konteks inilah ayat berikut dipahami kaum sufi, “Bukanlah kamu yang membunuh mereka, tapi Allah-lah yang membunuh dan bukanlah engkau yang melontarkan ketika engkau lontarkan (pasir) tapi Allah-lah yang melontarkannya (QS. al-Anfal 17).
Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan. Bahwa Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada makhluk lain sebagaimana dijelaskan hadis berikut, “Pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku-pun dikenal.”
Disini terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan bukan manusia saja yang bersatu dengan Tuhan. Kalau ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, persatuan manusia dengan Tuhan, hadits terakhir ini mengandung konsep wahdat al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.
Demikianlah ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi menggambarkan betapa dekatnya Tuhan kepada manusia dan juga kepada makhluk-Nya yang lain. Gambaran serupa ini tidak memerlukan pengaruh dari luar agar seorang muslim dapat merasakan kedekatan Tuhan itu. Dengan khusuk dan banyak beribadat ia akan merasakan kedekatan Tuhan, lalu melihat Tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya mengalami persatuan rohnya dengan roh Tuhan; dan inilah hakikat tasawuf.
3. Istilah-Istilah dalam Tasawuf
sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang istilah-istilah dalam Tasawuf, ada baiknya mengikuti uraian berikut ini.
Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat melihat Tuhan dengan mata hati dan akhirnya bersatu dengan Tuhan demikian panjang dan penuh duri. Bertahun-tahun orang harus menempuh jalan yang sulit itu. Karena itu hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai puncak tujuan tasawuf. Jalan itu disebut tariqah (bahasa Arab), dan dari sinilah berasal kata tarekat dalam bahasa Indonesia. Jalan itu, yang intinya adalah penyucian diri, dibagi kaum sufi ke dalam stasion-stasion yang dalam bahasa Arab disebut maqamat -tempat seorang calon sufi menunggu sambil berusaha keras untuk membersihkan diri agar dapat melanjutkan perjalanan ke stasion berikutnya. Sebagaimana telah di sebut diatas penyucian diri diusahakan melalui ibadat, terutama puasa, shalat, membaca al-Qur’an dan dzikir. Maka, seorang calon sufi banyak melaksanakan ibadat. Tujuan semua ibadat dalam Islam ialah mendekatkan diri itu, terjadilah penyucian diri calon sufi secara berangsur.
Jelas kiranya bahwa usaha penyucian diri, langkah pertama yang harus dilakukan seseorang adalah tobat dari dosa-dosanya. Karena itu, stasion pertama dalam tasawuf adalah tobat. Pada mulanya seorang calon sufi harus tobat dari dosa-dosa besar yang dilakukannya Kalau ia telah berhasil dalam hal ini, ia akan tobat dari dosa-dosa kecil, kemudian dari perbuatan makruh dan selanjutnya dari perbuatan syubhat. Tobat yang dimaksud adalah taubah nasuha, yaitu tobat yang membuat orangnya menyesal atas dosa-dosanya yang lampau dan betul-betul tidak berbuat dosa lagi walau sekecil apapun. Jelaslah bahwa usaha ini memakan waktu panjang. Untuk memantapkan tobatnya ia pindah ke stasion kedua, yaitu zuhud. Di stasion ini ia menjauhkan diri dari dunia materi dan dunia ramai. Ia mengasingkan diri ke tempat terpencil untuk beribadat, puasa, shalat, membaca al-Qur’an dan dzikir. Puasanya yang banyak membuat hawa nafsunya lemah, dan membuat ia tahan lapar dan dahaga. Ia makan dan minum hanya untuk mempertahankan kelanjutan hidup. Ia sedikit tidur dan banyak beribadat. Pakaiannyapun sederhana. Ia menjadi orang zahid dari dunia, orang yang tidak bisa lagi digoda oleh kesenangan dunia dan kelezatan materi. Yang dicarinya ialah kebahagiaan rohani, dan itu diperolehnya dalam berpuasa, melakukan shalat, membaca al-Qur’an dan berdzikir.
Kalau kesenangan dunia dan kelezatan materi tak bisa menggodanya lagi, ia keluar dari pengasingannya masuk kembali ke dunianya semula. Ia terus banyak berpuasa, melakukan shalat, membaca al-Qur’an dan berdzikir. Ia juga akan selalu naik haji. Sampailah ia ke stasion wara’. Di stasion ini ia dijauhkan Tuhan dari perbuatan-perbuatan syubhat. Dalam literatur tasawuf disebut bahwa al-Muhasibi menolak makanan, karena di dalamnya terdapat syubhat. Bisyr al-Hafi tidak bisa mengulurkan tangan ke arah makanan yang berisi syubhat.
Dari stasion wara’, ia pindah ke stasion faqr. Di stasion ini ia menjalani hidup kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya. Bahkan ia tidak meminta sungguhpun ia tidak punya. Ia tidak meminta tapi tidak menolak pemberian Tuhan.
Setelah menjalani hidup kefakiran ia sampai ke stasion sabar. Ia sabar bukan hanya dalam menjalankan perintah-perintah Tuhan yang berat dan menjauhi larangan-larangan Tuhan yang penuh godaan, tetapi juga sabar dalam menerima percobaan-percobaan berat yang ditimpakan Tuhan kepadanya. Ia bukan hanya tidak meminta pertolongan dari Tuhan, bahkan ia tidak menunggu-nunggu datangnya pertolongan. Ia sabar menderita.
Selanjutnya ia pindah ke stasion tawakkal. Ia menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan. Ia tidak memikirkan hari esok; baginya cukup apa yang ada untuk hari ini. Bahkan, sungguhpun tak ada padanya, ia selamanya merasa tenteram. Kendatipun ada padanya, ia tidak mau makan, karena ada orang yang lebih berhajat pada makanan dari padanya. Ia bersikap seperti telah mati.
Dari stasion tawakkal, ia meningkat ke stasion ridla. Dari stasion ini ia tidak menentang percobaan dari Tuhan bahkan ia menerima dengan senang hati. Ia tidak minta masuk surga dan dijauhkan dari neraka. Di dalam hatinya tidak ada perasaan benci, yang ada hanyalah perasaan senang. Ketika malapetaka turun, hatinya merasa senang dan di dalamnya bergelora rasa cinta kepada Tuhan. Di sini ia telah dekat sekali dengan Tuhan dan iapun sampai ke ambang pintu melihat Tuhan dengan hati nurani untuk selanjutnya bersatu dengan Tuhan.
Karena stasion-stasion tersebut di atas baru merupakan tempat penyucian diri bagi orang yang memasuki jalan tasawuf, ia sebenarnya belumlah menjadi sufi, tapi baru menjadi zahid atau calon sufi. Ia menjadi sufi setelah sampai ke stasion berikutnya dan memperoleh pengalaman-pengalaman tasawuf.
Adapun istilah-isilah yang berkaitan dengan tasawuf
1. maqam / maqamat
2. fana' dan baqa
3. ittihad
4. hulul
5. wihdatul wujud
6. zuhud
7. Mahabbah
B. Fungsi dan peranan tasawuf dalam kehidupan modern
1. Karakteristik tasawuf
Berdassarkan objek dan sasarannya tasawuf dikasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Tasawuf Akhlaqi, yaitu Tasawuf yang sangat menekankan pada nilai-nilai etis (moral)
2. Tasawuf Amali, yaitu Tasawuf yang lebih mengutamakan kebiasaan beribadah, tujuannya agar diperoleh pengahayatan spiritual dalam setiap melakukan ibadah.
3. Tasawuf Falsafi, yaitu Tasawuf yang lebih menekankan pada masalah-masalah metafisik (sesuatu yang diluar nalar dan rasio manusia).
2. Pentingnya tasawuf
3. Hubungan tasawuf dengan akhlak
Related Posts:
ANGGOTA
M.ABDUL KHAKIM ( 12.61.0088 )
FATKHURROZAK ( 12.61.0080 )
NURUL ANAM (12.61.0081)
MA'RUF SAIFUDIN ( 12.61.0084)
MULYATI ( 12.61.0089)
MUHAMMAD MARZUKI ( 12.61.86 )
MUSYAFA' ( 12.61.0090 )
ABDUL ROZAQ ( 12.61.0072 )
MASDUKI (12.61.0085 )
MUDIYATI (12.61.0087)
SULISTIANI (12.61.0104)
SAMSUL ANWAR (12.61.009)
Related Posts:
MATERI KELAS XI
Fiqih kelas
XI semester 1
Hukum
Pembunuhan Dan Hikmahnya 1. Dasar hukum larangan pembunuhan Pengertian
pembunuhan secara bahasa adalah menghilangkan nyawa seseorang. Sedangkan arti
secara istilah membunuh adalah perbuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya
nyawa seseorang baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja, baik dengan alat
yang mematikan ataupun dengan alat yang tidak mematikan. Pengertian tersebut di
atas sejalan dengan pendapat sebagaian para ulama bahwa, pembunuhan merupakan
suatu perbuatan manusia yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dan
itu tidak dibenarkan dalam agama islam. Adapun dasar hukum larangan membunuh
dijelaskan dalam firman Allah : “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan yang benar” (QS.
Al Isra (17) : 33) Metode pengajaran yang digunakan adalah dengan metode
ceramah. Metode ceramah adalah suatu cara penyampaian atau penyajian pelajaran
dengan dengan alat perantara berupa suara atau penuturan secara lisan oleh guru
terhadap siswa. Hal ini dikarenakan karena pengertian dari suatu hukum jinayah
lebih mudah di terima dan difahami oleh siswa dengan penuturan guru langsung.\
2. Macam-macam pembunuhan Pembunuhan dibagai
menjadi tiga macam, yaitu :
a. Pembunuhan Sengaja (قَتْلُ الْعَمْدِ)
b.
Pembunuhan Seperti Sengaja (قُتْلُ شِبْهِ الْعَمْدِ)
c.
Pembunuhan tersalah (قَتْلُ الْخَطَإ) Metode pengajaran yang digunakan adalah
dengan metode diskusi. Metode diskusi adalah cara penyampaian pelajaran yang
bercirikan ketertarikan pada suatu obyek masalah yang dipecahkan bersama-sama
dengan pendapat siswa. Hal ini dikarenakan karena macam-macam jinayah lebih
mudah dan dikembangkan siswa untuk memperluas macam-macam pembunuhan dalam
rangka mengembangkan pemikiran siswa.
3. Dasar hukum
bagi pembunuhan Hukuman pokok bagi pelaku pembunuhan sengaja adalah qishash,
artinya dibunuh juga tetapi jika dimaafkan oleh keluarga korban maka hukuman
penggantinya adalah wajib membayar diyat mughaladhah dan dibayar secara tunai.
Hukuman tambahannya adalah terhalangnya hak waris dan wasiat. Para Fuqaha
sepakat bahwa pembunuhan yang dikenai hukuman qishash disyaratkan berakal
sehat, dewasa, sengaja untuk membunuh, dan melangsungkan sendiri pembunuhannya
tanpa ditemani orang lain. Adapun yang menjadi dasar hukuman pembunuhan sengaja
adalah : “Dan barang siapa membunuh seseorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah neraka jahannam, kekal ia di dalamnya, dan Allah marah
kepadanya dan mengutuknya dan menyediakan adzab yang besar baginya”.(An-Nisa(4)
: 93) Pembunuh tidak sengaja tidak dikenai hukum qishash, tetapi hukuman pokok
adalah membayar diyat mughaladhah dengan diangsur selama tiga tahun setiap
tahun sepertiganya dan kifarat. Hukuman penggantinya adalah puasa kifarat,
sedangkan hukuman tambahannya adalah terhalangya menerima warisan dan wasiat.
Hukuman pembunuhan tersalah adalah memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman atau membayar diyat mukhoffafah ( denda ringan ) diberikan kepada
keluarga terbunuh dan boleh diangsur 3 tahun setiap tahunnya sepertiganya.
4. Hikmah
dilarangnya pembunuhan
a. Memberi
pelajaran kepada masyarakat agar tidak melakukan pebuatan keji.
b. Manusia
yang satu dengan yang lain saling menempatkan kedudukan yang tinggi baik di
dalam hukum manusia maupun di hadapan Allah SWT.
c.
Menyelamatkan jiwa manusia d. Terciptanya keamanan dan ketentraman dalam
kehidupan sehari-hari.
B. Ketentuan
Hukum Islam Tentang Qishash Dan Hikmahnya
1.
Pengertian dan Hukum qishash
Qishash berasal dari kata قَصَصَ yang artinya
memotong atau bersal dari kata اِقْتَصَّ yang artinya mengikuti, yakni mengikuti
perbuatan si penjahat sebagai pembalasan atas perbuatannya. Menurut syara’
qishash adalah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun
perusakan aggota badan atau pelaku penghilangan manfaat anggota badan yang
dilakukan dengan sengaja, Sedangkan hukum qishash sebagai berikut :
a. Membunuh
orang tidak bersalah haram hukumnya.
b. Orang
mendahului melakukan pembunuhan, menanggung dosa orang yang mengikuti membunuh
itu.
c. Orang melakukan
pembunuhan sengaja imannya tanggal.
d. Perkara
yang mula-mula diadili Allah SWT dihari kiamat ialah perkara pembunuhan.
2. Metode pengajaran yang digunakan adalah
dengan metode ceramah. Metode ceramah adalah suatu cara penyampaian atau
penyajian pelajaran dengan dengan alat perantara berupa suara atau penuturan
secara lisan oleh guru terhadap siswa.
3. Hal ini
dikarenakan karena pengertian dari suatu hukum qishas lebih mudah di terima dan
difahami oleh siswa dengan penuturan guru langsung.
4. Macam-macam qishash Berdasarkan keterangan
di atas, maka qishash dibagi menjadi dua macam, yaitu : a. Qishash jiwa b.
Qishash anggota badan
5. Syarat-syarat qishash Adapun syarat-syarat
yang harus terpenuhi dalam pelaksanaan hukum qishash sebagai berikut :
a. Pembunuh
sudah baligh dan berakal,
b. Pembunuh
bukan orang tua dari orang yang dibunuh.
c. Jenis
pembunuhan adalah pembunuhan yang disengaja.
d. Orang
yang dibunuh terpelihara darahya, artinya bukan orang jahat.
e. Orang
yang dibunuh sama derajatnya,
f. Qishash
dilakukan dalam hal yang sama jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, telinga
dengan telinga dan lain-lain.
Metode
pengajaran yang digunakan adalah dengan metode tanya jawab dan diskusi. Metode
tanya jawab adalah suatu penyampaian atau penyajian bahan pelajaran dalam
bentuk pertanyaan dari guru kepada murid Hal ini dikarenakan diskusi dan tanya
jawab dapat memberikan pengetahuan lebih tentang macam-macam qishas dan apa
yang belum diketahuinya dari buku pelajaran dan perkembangan zaman.
4.
Pembunuhan oleh massa Mughirah menghukum bunuh 7 orang yang membunuh seseorang.
Ibnu Abbas pun berpendapat , ”Kalau sekelompok orang membunuh seseorang, mereka
harus dibunuh meskipun jumlahnya 100 orang dengan cara yang sama. Umar Bin
Khotthab RA. berkata: “Kalau seluruh penduduk ikut membunuh seorang, niscaya
aku bunuh mereka semua”
5. Hikmah
ditegakkannya Qishash Dengan adanya qishash pembunuhan dan permusuhan dapat
dicegah dan dihindari. Ringkasnya hikmah ditegaknya qishash sebagai berikut :
a. Menghargai harkat dan martabat manusia, karena nyawa dibalas dengan nyawa,
begitu pula anggota tubuh dibalas juga.
b. Mencegah
terjadinya permusuhan dan pertumpahan darah sehingga keamanan dan kedamaian
dapat dirasakan c. Agar manusia berfikir dua kali, untuk melakukan kejahatan C.
Ketentuan Hukum Islam Tentang Diyat, Kifarat Dan Hikmahnya
1.
Pengertian Diyat Diyat secara bahasa artinya denda yang berat, atau ganti rugi
pembunuhan. Sedangkan menurut istilah adalah sejumah harta yang wajib diberikan
oleh pihak pelaku pembunuhan / kejahatan kepada pihak teraniaya atau
keluarganya untuk menghilangkan dendam, meringankan beban korban dan
keluarganya. Dengan kata lain denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau
tidak dilakukan padanya hukuman bunuh.
2.
Sebab-sebab Diyat Ada beberapa hal sebab-sebab seseorang harus membayar diyat:
a.
Pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh wali/ahli waris terbunuh
b. Pembunuh
lari namun sudah diketahui identitasnya sehingga diyat dibebankan kepada ahli
waris
c.
Pembunuhan seperti sengaja ( قَتْلُ شِبْهِ الْعَمْدُ )
d.
Pembunuhan tersalah ( قَتْلُ الْخَطَإِ)
e. Qishash
sulit untuk dilaksanakan
3.
Macam-macam Diyat Diyat dalam masalah pembunuhan baik pembunuhan sengaja,
seperti sengaja atau pembunuhan tersalah dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Diyat
Mughallazhah دِيَةٌ مُغَلَّظَةٌ / denda berat
b. Diyat
Mukhofafah ( دِيَةٌ مُخَفَّفَةٌ )
4. Hikmah
Diyat Pembayaran diyat bagi pembunuh kepada keluarga kurban, disamping untuk
menghilangkan rasa dendam juga mengandung hikmah sebagai berikut :
a. Sifat
pemaaf kepada orang lain karena sesuatu hal sudah terjadi
b. Manusia
dapat berhati-hati dalam bertindak bahkan takut melakukan kejahatan karena
sayang harta, bisa habis bahkan melarat karena untuk membayar diyat
c. Menjunjung tinggi terhadap perlindungan
jiwa dan raga.
5.
Pengertian Kifarat Kifarat secara bahasa ialah tertutup / terselubung, Kifarat
menurut istilah berarti tebusan atau denda yang wajib dibayar oleh seseorang
karena telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah.
6.
Macam-macam Kifarat Pembunuhan
a. Kifarat
karena pembunuhan
b. Kifarat
karena membunuh binatang buruan pada waktu melaksanakan
7. Hikmah
Kifarat Pembunuhan Ada beberapa hikmah yang terkandung dalam kifarat pembunuhan
sebagai berikut :
a. Manusia
benar-benar menyesali pebuatan yang keliru, telah berbuat dosa kepada Allah dan
merugikan sesama manusia
b. Bertaubat
kepada Allah dengan mendekatkan diri kepada-Nya
c. Percaya
diri dengan diterima taubatnya manusia menjadi tenang, karena tuntunan agama
sudah dipenuhinya.
Metode
pengajaran yang digunakan adalah dengan metode audio visual dan observasi.
Metode observasi adalah metode pembelajaran dengan cara pengamatan tentang
suatu kejadian atau peristiwa Hal ini dikarenakan siswa akan merasa kebingungan
apabila tidak disertai contoh yang nyata atas kejadian atau peristiwa jinayah
dan qishas. Maka dengan metode audio visual dengan ditontonkan media audio
visual baik TV, LCD dan observasi di lingkungan tempat kejadian pembunuhan di
suatu tempat. Membunuh adalah perbuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya
nyawa seseorang baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja, baik dengan alat
yang mematikan ataupun dengan alat yang tidak mematikan. Pembunuhan dibagi
menjadi tiga macam yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan seperti sengaja dan
pembunuhan tersalah. Hukuman bagi pembunh sengaja adalah qishash, tetapi jika
dimama’afkan wajib membayar diyat mughaladhah dan di bayar tunai. Sedangkan
pembunhan seperti sengaja adalah membayar diyat mughalladhah dan diangsur
selama tiga tahun dan setiap tahunnya sepertiganya. Pembunuh tersalah wajib
membyar diyat mukhaffafah dan diangsur selama tiga tahun dan setiap tahunnya
sepertiga. Qishash adalah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan
maupun perusakan aggota badan atau pelaku penghilangan manfaat anggota badan
yang dilakukan dengan sengaja. Diyat adalah sejumah harta yang wajib diberikan
oleh pihak pelaku pembunuhan / kejahatan kepada pihak teraniaya atau
keluarganya untuk menghilangkan dendam, meringankan beban korban dan
keluarganya Duyat dibagi menjadi dua macam, yaitu diyat mughalladhah yang
diperuntukkan pembunuhan sengaja dan pembunhan seperti sengaja serta diyat
mukhaffafah diperuntukkan pembunhan tersalah. Kifarat adalah tebusan atau denda
yang wajib dibayar oleh seseorang karena telah melakukan perbuatan yang
dilarang oleh Allah. Ada banyak macam kifarat, yaitu kifarat pembunhan, zhihar,
ila’, melanggar sumpah dan sebagainya
Related Posts:
Langganan:
Komentar (Atom)



